Kamis, 20 Oktober 2011

Kisruh Antara DPR dan KPK

Perang pernyataan unsur Pimpinan DPR RI dan Pimpinan KPK silih berganti telah berlangsung setelah Banggar DPR RI dipanggil KPK. Adu wewenang dengan saling-panggil antara dua lembaga ini pun tak terelakkan dan membingungkan masyarakat. Ketua Busyo Muqodas pun persilahkan Elit Senayan mewacanakan pembubaran KPK.

Komisi Pemberantas Korupsi atau KPK diberikan kewenangan oleh Undang-Undang untuk memeriksa siapa pun yang melakukan tindak pindana korupsi yang mengakibatkan kerugian Negara, yang berarti kerugian rakyat. Sebagai salah satu lembaga hasil Gerakan Reformasi, KPK (mutlak) mengkritisi setiap tindakan yang menyebabkan kerugian negara.

Rakyat tidak mentolerir ”kebiasaan buruk” yang menjadi biang tindak penyelewengan anggaran. Para Elit Senayan yang cerdas dan kritis, dengan segala Badan kelengkapannya, mestinya telah lama melakukan otokritik dan tindakan mendisiplinkan diri, dalam mengelola dirinya sebagai lembaga tumpuan rakyat. Amat bejat untuk membela dan melakukan serangan balik, misalnya ke KPK, hanya karena ”kenyamanan buruk” itu terganggu. Sinis bahwa lembaga KPK itu superbody, teroris, pahlawan kesiangan dan seribu satu macam sebutan lain, hanyalan bentuk mekanisme defensif yang tidak bermanfaat. Malah tidak mendapat tempat terhormat.

Pertarungan KPK dan Elit Senayan, akan berujung empat pilihan. Pertama, situasi kisruh yang akan terus memanas beberapa saat ke depan. Kedua, ada ‘kompromi` Elit Senayan dan KPK, meski ini suatu kemungkinan yang membahayakan kedua lembaga, terutama kepentingan maha luas dari rakyat. Ketiga, meskipun (semestinya) mustahil secara konstitusional, Elit Senayan memaksa pembubaran lembaga KPK, hasil reformasi. Keempat, Elit Senayan (seharusnya) merelakan KPK bertindak atas nama Rakyat menegakkan keadilan dan hukum.

Parkir Motor di Kampus Gunadarma

Memasuki semester 5 saya berkuliah di Universitas Gunadarma, ada satu hal yang sangat mengejutkan ketika pertama kali masuk kuliah di semester ini. Pasti kejadian ini juga cukup mengejutkan mahasiswa Gunadarma lainnya. Hal itu adalah masalah tempat parkir motor di kampus. Tempat parkir motor yang biasanya tidak sampai membludak, saat ini kenyataannya berkebalikan 180 derajat. Bahkan untuk sekedar mendapatkan tempat parkir motor sangatlah sulit.

Hal ini adalah akibat dari banyaknya mahasiswa baru yang memilih berkuliah di Universitas Gunadarma dengan mengendarai sepeda motor. Dan yang terjadi sekarang dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari di kampus. Tempat parkir motor terkesan dipaksakan agar cukup untuk menampung semua motor. Hal ini tentu sangat mengganggu kenyamanan kampus kita, terutama tempat parkir di kampus E. Untuk memarkir motor terkadang kita harus memaksakan motor kita ditaruh di celah-celah antara motor lain. Dan ketika jam-jam selesai perkuliahan timbul permasalahan baru, yaitu kemacetan di pintu keluar parkir. Karena disebabkan banyaknya motor yang akan keluar secara bersamaan, maka kemacetan itu adalah sesuatu yang wajar. Bahkan pengalaman terburuk adalah ketika ingin mengeluarkan motor harus menunggu selama setengah jam lebih untuk bisa keluar dari parkiran motor di kampus E.

Tentunya pihak Gunadarma harus memikirkan solusi mengenai masalah parkir ini. Mau sampai kapan kita sebagai mahasiswa berkutat sehari-hari karena masalah parkir. Solusi dari saya adalah sebaiknya dibangun lahan parkir yang semestinya dan tidak terkesan dipaksakan. Saat ini dapat kita lihat bahwa lahan yang semestinya bukan sebagai tempat parkir dikondisikan sebaliknya. Tentunya hal seperti ini membuat kurang nyaman bagi seluruh penghuni kampus.

Dan pihak Gunadarma seharusnya mulai menghimbau agar mahasiswa yang lokasi tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari kampus dapat menggunakan angkutan umum untuk berangkat kuliah. Atau dengan mencanangkan gerakan Go Green with Bike atau gerakan bersepeda menuju kampus. Dengan adanya satu tindakan konkret dari pihak kampus untuk mengatasi masalah parkir ini, semoga saja lahan parkir di kampus Gunadarma menjadi lebih baik daripada sekarang.

Sea Games 2011

Sejenak kita lupakan kegagalan meraih gelar juara di pesta sepak bola perebutan Piala AFF 2010. Tak perlu terus menyesal tapi jadikanlah perjuangan di Stadion Gelora Bung Karno sebagai modal menghadapi pesta olahraga Asia Tenggara, SEA Games 2011, yang akan digelar di dua kota Indonesia-Palembang dan Jakarta-11-23 November 2011.

Memperhatikan materi pemain yang dimiliki Timnas saat ini, PSSI seharusnya mampu mewujudkan impian banyak orang-berjaya di arena SEA Games 2011. Apalagi pesta olahraga Asia Tenggara 2011 itu digelar di Indonesia. Perjuangan di Piala AFF 2011 yang baru saja berakhir menghasilkan dukungan luar biasa bagi perjalanan sepak bola nasional ke depan. Dari segi materi, tidak hanya pemain naturalisasi Cristian Gonzales dan pemain blasteran Belanda-Indonesia Irfan Bachdim yang bisa dibanggakan. PSSI kini memiliki sederet pemain lokal yang sedang menanjak.

Dewan SEA Games 2011 akan bertemu di Bali pada pekan kedua Januari mendatang untuk membahas finalisasi penentuan nomor-nomor yang akan dipertandingkan pada SEA Games Ke-26 di DKI Jakarta dan Sumatera Selatan, November 2011, kata Ketua Umum KONI di Jakarta, Rabu.

SEA Games 2011 menurut rencana akan mempertandingkan 45 cabang olahraga. Jumlah nomor yang akan dipertandingkan sekitar 400 hingga 500. Berdasarkan perhitungan KONI Pusat, untuk menjadi juara umum Indonesia harus dapat memenangkan 30 persen dari jumlah nomor yang dipertandingkan. Hal ini berarti Indonesia harus merebut minimal sekitar 180 medali emas untuk dapat mencapai target menjadi juara umum.

Sebagai tuan rumah penyelenggara SEA Games 2011, Indonesia memiliki hak prerogatif untuk mengusulkan cabang olahraga dan nomor-nomor yang dipertandingkan. Usulan ini kemudian dibahas oleh Dewan SEA Games untuk kemudian ditetapkan sebagai keputusan.

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menjamin pelaksanaan pesta olahraga Asia Tenggara, SEA Games ke XXVI November 2011 nanti akan bebas dari penyakit rabies. Selain itu untuk mensukseskan SEA Games, pihaknya juga akan melakukan pengawasan yang ketat terhadap daging sapi, daging ayam dan telur.

Pengadaan eKTP yang Simpang-siur

Hari ini melihat berita dari sebuah stasiun televisi lokal di Depok tentang adanya permasalahan dalam pengadaan eKTP yang sudah sejak beberapa bulan lalu disosialisasikan oleh pemerintah Republik Indonesia melalui berbagai iklan dan spanduk. Permasalahannya tidak lain dan tidak bukan adalah keterlambatan pemberian alat cetak eKTP ke masing-masing daerah (khususnya Depok yang saya dengar) padahal data-data penduduk yang rencananya akan dibuatkan eKTP sudah tersedia.

Pegawai pemerintah daerah Depok mengaku keterlambatan ini sudah yang kesekian kalinya terjadi dan pemerintah pusat memberitahukan beberapa kali pengunduran jadwal pengiriman alat cetak tersebut semenjak dimulainya pembuatan eKTP bagi penduduk Indonesia. Pegawai pemerintah daerah yang saat itu diwawancarai menyesalkan penundaan tersebut dan berpendapat bahwa pemerintah pusat terkesan setengah-setengah dalam pengadaan eKTP ini dan meminta dengan hormat jika memang belum siap dengan pengadaan eKTP ini, lebih baik ditunda karena akan memberatkan pemerintah daerah.

Sudah saatnya kah eKTP diterapkan?

Sekedar opini saja, mulai dari sosialisasi soal eKTP ini belum begitu membuat paham penduduk di daerah-daerah akan kegunaan eKTP bahkan saya tanyakan ke beberapa tetangga soal eKTP mereka belum mendengar tentang adanya eKTP ini dan apa saja kegunaannya. Menurut Saya, pengadaan eKTP untuk sekarang ini belum terlalu perlu karena masih banyak hal-hal kecil yang lebih dibutuhkan dalam pengelolaan data penduduk seperti proses pendataan yang masih manual dan data yang belum tersentral. Saya rasa pengadaan eKTP ini perlu dimulai dengan proses pengumpulan data dan informasi yang terpusat dan standar sehingga ketika saatnya eKTP diedarkan ke penduduk akan efektif dan tidak terlalu sulit proses sosialisasinya.